Andai kesusahan adalah hujan dan kesenangan adalah matahari, maka kita butuh keduanya untuk bisa melihat pelangi.

Kamis, 14 April 2011

Pengharapan

Aku pangkas khayalan dan segenap upaya
Ku bentang ridha atas secuil harta
Ku sanjung qana'ah dalam jiwa
Saat kuda-kuda para saudagar kaya mendahului keledaiku
Ku katakan pada diriku sendiri
"Aku lebih suka selamat dari pada nafsu dan kerendahan duniawi"
Walau rasa cinta kepada kekayaan duniawi memenuhi lubuk hati
Tapi seruan zuhud menjadi alasan untuk membunuh segala ambisi
Kalau saja aku punya kain tutup kepala yang bagus
Tentu aku tak suka dengan penutup kepala yang sempit
Tapi orang yang membungkus perbuatannya dengan keikhlasan
Tak akan menari karena rebabku yang berbunyi karena tabuhan
Keberhasilan adalah ukuran derajat kemuliaan
Dan ukuran kaya adalah ketika tak lagi butuh pujian
Dengan kekayaan, para maling berbaju seperti orang takwa
Kekayaan pula yg melindungi kejahatan mereka dan hukuman
Mereka semua berebut kemuliaan yang menyilaukan
Ingin terus dikenang karena selalu diceritakan
Kekayaan adalah ukuran kehidupan,
Alat tukar yang bisa membeli kebebasan,
Serta picu senapan pembungkus kebenaran
Inilah kisah yang dimainkan dengan kepalsuan
Jika kau tanya pada orang-orang tentang diriku
Kau hanya akan temukan omong kosong tak bermakna seperti bisu
Ada yang berbentuk syai atau prosa mempesona
Cacian atau ungkapan simpati perasaan
Aib ilmu adalah kesombongan
Karenanya, tak jarang orang buta mengalahkan ilmuwan
Ku lihat kekayaan dalam kehinaan adalah kenaifan
Lalu ku pilih hidup tanpa keluhan
Aku adalah orang tercela
Kalau saja aku ikuti cara mereka
Tentu ku penuhi troliku dengan emas tanpa sisa
Perjuangan hidup sufistik telah diabadikan umat manusia
Karena itu mereka hidup sebagai orang-orang hina
Aku tetap berjalan di bawah terik
Saat orang-orang tengah mengemudi Cadilac
Tubuh basah penuh keringat dan mengendus seperti binatang
Karena pendapatanku tak seberapa
Orang-orang menertawakan berbagai pekerjaan tak jelas
Aku juga tak suka dan enggan berkata
"Roda kehidupan, berputarlah!"
Dulu mulutku berbicara tanpa kendali
Tapi setelah ditahan, ia menjadi terkunci

-Ku tulis ini dg luapan air mata. Teringat kejadian di awal thn 2009. Demi azam utk menuntut ilmu di bangku kuliah. Aku nekat hanya berbekal biaya pendaftaran & ongkos pergi, sepulangny mau ga mau harus berjalan kaki kurang lebih 30 km panjangny. Kondisi saat itu aku hanyalah kernet kuli bangunan yg penghasilanny tak seberapa, & seorg ikhwan yg patah hati krn slalu diacuhkn oleh akhwat yg dicintainy. 4 jam lamany perjalanan ku tempuh. Beban & rasa letihku setelah perjalanan sentak hilang & terbayarkn bgtu saja saat sesampainy di rumah. Ya, aku pulang disambut dg senyum ibuku & 4 gelas es teh ukuran besar. Tak hnya itu. Hatiku tersentuh saat sentuhan tangan yg kecil adik perempuan bungsuku (8 thn), mendekati kakiku & ia memijatny. Yg membuatku sedikit terhibur adalah, teman yg memang saat itu menunggu kepulanganku (ingin bertamu), mengetahui kondisiku dia mengumpat perhatian dg perkataan, "GILA LUH!" Hahaha, sontak kita berdua pun tertawa. Subhanallah, wal hamdulillah. Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selemah-lemah manusia ialah orang yang tak mau mencari sahabat, dan orang yang lebih lemah dari itu ialah orang yang menyia-nyiakan sahabat yang telah dicari. -Imam Ali bin Abi Thalib
My Great Web page